Samarinda yang ibu kota dari Provinsi Kalimantan Timur, selama ini
dikenal sebagai kota perdagangan yang sibuk sejak dahulu. Namun dibalik
hiruk pikuknya kota seluas 718 kilometer persegi ini ternyata menyimpan
sebuah obyek wisata yang sayang untuk dilewatkan, namanya adalah kampung
Kelompok Pengrajin Sarung Tenun Samarinda Berdikari. Letaknya di jalan
Pangeran Bendahara, gang Karya Muharam, kelurahan Tenun, Mesjid dan Baqa,
Kecamatan Samarinda Seberang.
Sarung Samarinda merupakan kerajinan asli Kota Samarinda dan kerajinan ini merupakan hasil kerajinan warga suku bugis yang bermukim di sekitar Gang.Pertenunan, Kel. Tenun, Samarinda Seberang, Kalimantan Timur. Keahlian dari menenun yang dimiliki oleh warga tersebut adalah keahlian turun-temurun dari nenek moyang mereka yaitu sebagai penenun.Paraperajin ini rata-rata tinggal di Kelurahan Tenun, Samarinda Seberang. Rumah yang rata-rata terbuat dari kayu itulah kain sarung tenun Samarinda dibuat dengan menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM). Menginjakan kaki di rumah panggung tua saat itu saya dan teman-teman dimanjakan sejumlah pemandangan. Selain melihat peninggalan bersejarah yang menjadi cikal bakal terbentuknya kotaberjuluk Tepian ini, bunyi tumbukan kayu pun terdengar unik didalam rumah panggung itu. Suara itu berasal dari alat tenun di sejumlah rumah warga setempat yang bekerja sebagai pengrajin kain yang akan dijadikan Sarung Samarinda. Hampir semua warga di sana menghabiskan waktunya dengan menenun.
Wajar saja apabila harga dari Sarung Tenun Samarinda bisa dikatakan
relative mahal karena hal tersebut sesuai dengan proses pembuatan Sarung
Tenun tersebut yang bukan memakai mesin tetapi dengan Tenun Tangan. Dan
prosesnya memerlukan kejelian dan ketelitian yang sangat besar. Karena
sedikit saja kesalahan atau sekecil kesalahan dari penenunan yang
dilakukan, penenunan harus diulang dari nol atau dari awal kembali. Dan
hal ini tentu saja bukanlah pekerjaan yang mudah. Sarung Samarinda hasil
Tenunan (kerajinan Tangan) oleh suku Bugis ini tidak kalah kualitasnya
dengan Sarung yang dibuat dengan memakai mesin.
Pembuatan kain tersebut tak semudah yang saya kira. Ada proses yang
cukup panjang agar benang dapat berubah menjadi kain halus yang siap
digunakan. Saat itu saya dijelaskan langkah pertama yang dilakukan
adalah memilih bahan. Benang dipilih agar kualitas kain sesuai dengan
yang diharapkan, Kemudian proses pewarnaan. Gumpalan benang yang tak
beraturan dimasukkan ke sebuah wajan di atas perapian lengkap dengan zat
pewarna. Ketika air sudah mulai memanas, barulah kain tersebut
dimasukan hingga berwarna. Setelah itu, benang yang sudah melalui proses
pewarnaan dijemur hingga mengering dan siap digunakan. Setelah itu,
satu persatu benang dimasukan ke dalam mesin ATBM sesuai dengan motif
yang diinginkan. Dari benang hingga menjadi kain, butuh proses yang
cukup panjang. Termasuk dijadikan Sarung Samarinda. Perlu kesabaran yang
luar biasa agar hasilnya dapat maksimal terutama untuk mengerjakan kain
dengan motif yang cukup rumit. Setiap penenun dapat membuat satu sarung tenun Samarinda dalam waktu seminggu dengan ukuran panjang 4 meter dan lebar sekitar 50 sentimeter. Itupun untuk motif sederhana dan kecil. Semakin banyak dan besar motif yang diinginkan, maka semakin lama pembuatannya. Rata-rata, paling lama buatnya 15 hari. Para pengrajin mendapatkan keahlian itu dari turun temurun, mereka dalam sebulan dapat membuat 7 hingga 10 sarung tenun Samarinda yang dijual dengan harga sekitar antara Rp. 200.000.- hingga Rp. 500.000,- per buah. Kebanyakan pendatang dari Sulawesi yang menjadi pengrajin sarung Samarinda. Mereka sudah sekitar 35 tahunan berada di kampung pengrajin sarung Samarinda. Bahkan keahlian itu sudah diwariskan ke anak-anak mereka yang kini meneruskan pekerjaan yang kini dianggap sebagai warisan budaya. Untuk para pencinta sarung Samarinda yang menginginkan motif berbeda, maka bisa langsung mendatangi para penenun dan memberikan motif yang diinginkan. Harga setiap sarung tenun yang diproduksi tergantung berapa banyak motif yang diperlukan. Semakin banyak dan besar motifnya, maka semakin mahal harganya. Selain dapat menikmati sajian budaya tenun Sarung Samarinda, kita juga bisa membeli langsung atau bahkan memesan motif-motif apa yang kita inginkan (tentunya motif khas Samarinda).
Jika ditarik kesimpulan, ternyata di pinggiran kota Samarinda memiliki potensi wisata yang layak diacungi jempol. Hanya perlu perhatian khusus dari pemerintah daerah setempat untuk mau lebih serius menjaga, merawat serta mengembangkan potensi pariwisata yang ada. Bisa jadi hal ini dapat memajukan pariwisata di Kaltim, khususnya di Kota Samarinda, serta menaikan pendapatan daerah. Dengan adanya kampung tenun sarung samarinda dan rumah adat tersebut, tidak mustahil obyek wisata budaya ini suatu saat akan menjadi situs warisan yang dikenal oleh dunia internasional dan menjadi salah satu tujuan wisata bagi pelancong di seluruh dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar